Jember, BULETIN.CO.ID – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Jember merupakan organisasi kepemudaan yang memiliki nama besar diinternal maupun eksternal PMII. Eksistensinya terukir rapi dalam catatan historis PMII Indonesia, khususnya pada kesempatan perumusan Nilai Dasar Pergerkan (NDP), dimana PMII Cabang Jember salah satu dari tiga cabang yang dipercaya oleh Pengurus Besar PMII, untuk merampungkan pembahasan NDP yang awalnya berjalan cukup alot. NDP mulai dibahas sejak era sahabat Ahmad Bagdja, Muhyidin Arubusman dan kemudian dapat disahkan diera sahabat Suryadarma Ali. Barangkali momen ini yang secara kultur menjari embrio kebesaran lembaga ini, karena senior-senior pendahulunya dengan kemampuan intelektualnya dapat membantu merumuskan “masterpiece” organisasi Pergerakan ini.
Tidak hanya itu, PMII yang merupakan organisasi berbasis kaderisasi, cabang Jember secara seremonial juga dapat merawat itu meskipun terkadang sedikit melipir dari konteksnya, minimal forum-forum itu masih ada dan berjalan. Namun lapisan kekuatan itu dapat juga dilihat dari kelembagaannya, PMII cabang Jember memayungi 41 kelembagaan definitif, yang terbagi atas 10 Komisariat dan 31 rayon, dengan tambahan satu Komisariat serta satu rayon persiapan. SIDAKA sebagai sistem database kader PMII Jember tersedia untuk diakses sebagai sarana untuk memudahkan segala hal berkaitan dengan kaderisasi.
Maka hisrtocal PMII Jember yang sejenis itu harus tetap eksis dan jangan sampai dirusak oleh oknum-oknum yang berkepentingan alias orang-orang pragmatis, alias pemburu rente atau kekuasaan belaka. Mari kita flashback ketahun lalu, tepatnya pada prosesi konferensi cabang (konfercab) PMII Cabang Jember ke XLIII, era Faqih Al Haramain, yang kemudian melahirkan Bayu Wicaksono sebagai ketua umum (ketum) PMII Jember.
Bayu Wicaksono, pada perhelatan konfercab itu hadir dengan tagline PMII Jember inklusif dan progressif. Dua hal tersebut turut dijabarkan melalui debat kandidat calon ketua cabang PMII Jember pada tanggal 26 November 2022 di gedung BLK Kabupaten Jember. Taghline inklusifpun ditujukan sebagai simbol, bahwasannya sejauh ini, pengurus cabang pendahulu-pendahulunya tidak ada keseriusan alias tidak konsisten melakukan pendampingan secara intens terhadap lembaga rayon maupun komisariat. Maka ia ingin, pengurus cabang berikutnya (eranya Bayu) harus melakukan pendampingan secara intens dan langsung kepada setiap rayon dan komisariat.
Visi-Misi ketika Debat.
Dalam debatnya melawan Joni, dan Sony, Bayu mengusung Visi : PMII Jember sebagai kolaborator pemberdayaan yang inklusif dan progressif. Dengan Misi : 1. Optimalisasi kaderisasi berbasis potensi dan berorientasi pada keilmuan, karir dan keprofesian.
Yang ke-2. Penyelenggaraan transformasi digital dalam administrasi dan branding strategis digitalisasi, hal tersebut akan dimanfaatkan dalam berbagai ruang kerja organisasi, utamanya dalam ruang administratif sebagai bentuk penyesuaian perkembangan zaman hari ini.
Sementara yang ke-3. Mendorong pembangunan masyarakat berlandaskan syiar Aswaja dengan beracuan pada lokal wisdom.
Dan yang terakhir, alias ke-4. Memperkuat episentrum gerakan berbasis pendampingan dan penguatan jaringan.
Secara garis besar, visi dan misi Bayu Wicaksono melingkupi tiga hal, yakni Penguatan jaringan, digitalisasi dan fundraising atau kemandirian ekonomi. Sungguh spektakuler kedengarannya, meskipun sedikit terdengar absurd dan kurang detail penjelasannya dari apa yang ia sampaikan sebagai visi-misi, dan parahnya lagi, ternyata tidak lebih dari setengah persen terlaksana atau tergapai dengan baik visi-misi tersebut.
Realitas pasca terpilih.
Relaitas PMII Cabang Jember dibawah kepemimpinan Bayu sangat jauh dari visi-misi yang digaungkan itu. Inklusif dan progresif hanyalah omon-omon. PMII cabang Jember semakin hari semakin idiosinkretis. Bayu sebagai ketum, selalu membatasi bahkan membedakan komunikasi terhadap kader satu dengan yang lain. Seolah-olah ia telah mencatat antara kelas adiwangsa dan proletar. Itulah kasta yang berlaku di PMII cabang Jember hari ini. Adiwangsa mereka yang mendukungnya, sementara proletar adalah kelompok yang tidak mendukungnya.
Padahal, ketum sebagai pemimpin organisasi kepemudaan yang baik, yang harus ditonjolkan ialah jiwa kepemimpinan yang inspiratif dan inklusif. Dengan visi yang jelas, ia harus mampu menyatukan anggota untuk mencapai tujuan bersama. Keterbukaannya terhadap gagasan dan pendapat anggota, dapat menciptakan lingkungan yang dinamis, dimana setiap suara dihargai.
Pemimpin semacam ini juga berfokus pada pengembangan pribadi dan profesional anggotanya, memberikan peluang bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Kejujuran dan integritasnya membentuk dasar fondasi organisasi yang kuat, membangun kepercayaan di antara anggota. Dengan dedikasi yang tinggi terhadap nilai-nilai positif, pemimpin ini tidak hanya menciptakan sebuah organisasi yang sukses, tetapi juga mempersiapkan generasi pemimpin yang tangguh dan bertanggung jawab, seharusnya.
Sedikit melipir kekiri, kepemimpinan, menurut teori para ahli, dapat dijelaskan melalui berbagai pendekatan. Teori kepemimpinan transformasional menekankan pada kemampuan seorang pemimpin untuk menginspirasi, memberdayakan, dan menciptakan perubahan positif diantara anggota tim. Sementara itu, teori kepemimpinan situasional menyoroti pentingnya adaptasi gaya kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi.
Bagi para ahli seperti Max Weber, kepemimpinan otoriter dan demokratis menggambarkan dua pola utama, dengan otoriter menekankan pada kendali dan perintah, sementara demokratis mengedepankan partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan. Seiring perkembangan teori, pemahaman tentang kepemimpinan terus berkembang, menawarkan wawasan yang kaya bagi praktisi dan peneliti.
Apalagi kalau berbicara menyoal dinamika nasional, yang hari ini serba mengalami krisis kepercayaan terhadap organ kepemudaan, tidak luput juga di internal PMII, ketum sangat gagap dan sangat tidak berprinsip dalam menyikapi hal-hal semacam itu (melulu menunggu dawuh senior), berbeda dengan idialisme yang ia bluffingkan rapi saat penyampaian visi-misi didebat kandidat.
Katakanlah ketika publik sedang gencar-gencarnya membicarakan tentang penerapan sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, PC PMII Jember justru bungkam seribu bahasa. Begitupun turut absen untuk memberikan selayang pandang nalar tandingan bagi PB PMII ikhwal keputusan PB PMII yang menerbitkan jurnal rekomendasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang pembangunan IKN itu sendiri masih debatable terkait deforestasinya.
Satu lagi. Ketika era sahabat Faqih dapat merebut tampuk kekuasaan PKC Jatim, tentu itu bukan cuman prestasi, tapi legacy rumit yang harus tetap mendapatkan atensi dari PMII Cabang Jember. “Barang” yang namanya PKC Jatim ini, bukan cumam sebatas medium gagah-gagahan, melainkan “barang” ini mau diapain? Tentu ini bukan legacy yang mengenakkan.
Kita tahu bahwasannya Baijuri terpilih sebagai ketum PKC Jatim, juga brangkat dari konsolidasi ide-ide dan gagasan yang kemudian menjadikannya sebagai ketua umum. Maka sudah jelas perebutan PKC Jatim ini harus dijadikan bejana untuk menuangkan ide-ide atau tradisi baik kelembaan Jember untuk juga diamalkan oleh PMII ditingkatan Jawa Timur.
Namun rupanya, lagi-lagi itu semua hanya tentang kakuasaan yang kemudian hanya sebatas dijadikan wahana berburu rente saja. PMII cabang Jember tentu memiliki tanggung jawab untuk menerapkan check and balance terhadap Baijuri, selaku kader Jember yang tenyata banyak orang menilai non-progress itu.
Asimetris pra-pasca terpilih.
Pengoptimalan ruang kaderisasi yang dimaksut Bayu pada misi diatas itu bertujuan, menjadikan PMII Jember sebagai kawah candradimuka yang dapat merubah kader-kadernya menjadi lebih baik lagi. Maka kira-kira, seluruh program kerja PMII Cabang Jember ketika Bayu terpilih, akan berorientasi pada tiga bagian, yaitu keilmuan, karir dan keprofesian.
Secara teknis dalam debat itu, Bayu menyampaikan bahwa ia akan mengadakan ruang karir counter, alias wadah untuk menampung potensi dan minat serta bakat kader-kader. Hal itu akan ia temukan melalui forum-forum konferensi bersama seluruh lembaga PMII se-Jember, untuk mengetahui potensi, bakat dan minat kader-kader PMII Jember. Namun sampai tulisan ini dibuat, forum itu tidak pernah terlaksana.
Dalam wilayah kaderisasi, jikalau tidak ada program yang berorientasi dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) kader, maka program kaderisasi hanya sebatas program formal yang diselenggarakan seremonial belaka.
Penurunan SDM kader sudah dirasakan oleh seluruh lembaga rayon dan komisariat di Jember. Namun, ketum kembali absen untuk menjawab persoalan kaderisasi tersebut. Wajar apabila PMII Jember hari ini dinilai mengalami penurunan kaderisasi. Bahkan, ketum tidak memiliki prinsip untuk meleburkan lembaga yang tidak produktif hanya gara-gara kepentingan politis.
Selain itu, Bayu ingin merivitalisasi ke-agamaan yang dari dulu-dulunya tergolong bidang stagnan. Bayu mengingikan adanya syiar Aswaja berbasis lokal daerah. Teknis gagasan ini ia kemas dengan istilah post-tradisionalisme Islam, alias merubah paradigma keagaaman konservatif, dengan paradigma keagaan progresif. Menurutnya bidang keagamaan sejauh ini hanya manjalankan ritus-ritus keagamaan konservatif, seperti halnya yasinta (Yasin – tahlil).
Manifestasi paradigma post-tradisionalisme Islam itu menurut Bayu, menjadikan agama untuk mendedah realitas sosial masyarakat. Praksisnya, ia berharap bidang keagamaan kedepannya hadir ke Sekolah Menengah Atas (SMA), dengan tujuan utama syiar Aswaja dan mungkin juga, dapat dijadikan tabungan yang dapat dipersiapkan bagi lembaga rayon atau komisariat yang mengalami kesulitan rekrutmen kader.
Tidak mandek dikeagamaan, Bayu juga menyampaikan bahwa ia akan mendekonstruksi pola gerakan PMII Cabang Jember. Dengan cara memperkuat basis masyarakat dan memperkuat jaringan yang dimiliki. Barangkali jaringan yang ia maksut adalah SD IMPRES, LPR KUASA, juga FNKSDA. Menurutnya, dengan memperkuat jaringan, akan bermanfaat untuk memperkuat atau meningkatkan kapasitas internal organisasi ini. Namun ternyata dekonstruksi itu menjadi destruktif terstruktur gerakan.
Dalam sepak terjang gerakan, mungkin periode sekarang ini yang paling buruk, soalnya tidak pernah ada keseriusan dalam melakukan pengawalan isu-isu lingkungan itu lagi. Baik dari pengawalan elektoran ataupun penguatan diwilayah basis. Tidak ada pula keseriusan dalam mendemonstrasikannya. Pengurus cabang terkesan menutup mata pada persoalan lingkungan yang terjadi diwilayah Pakusari dan Puger.
Yang tak kalah pentingnya dari sederet dosa ketua umun diatas itu. Mengingay Peraturan Organisasi (PO) PMII pada Bab 3 Pasal 4 point 2 berbunyi, “setiap anggota dan kader tidak boleh merangkap menjadi anggota dan pengurus sosial poltik dan sayap organisasi politik manapun. Berdasarkan peraturan tersebut, sudah sepatutnya ketum sebagai representative kelembagaan memberikan contoh kenetralan sikapnya menghadapi taun politik hari ini. Namun, dibeberapa kegiatan politik, katakanlah kampanye, sering didapati ketun juga turut hadir memeriahkannya. Bahkan ketum terkonfirmasi mengerahkan pengurusnya untuk turut hadir dalam forum tersebut. Sehingga netralitas PMII cabang hari ini patut untuk dipertanyakan.
Ironisnya lagi, legalitas pengurus cabang hari ini layak untuk dipertanyakan, dan bisa disebut periode yang illegal. Terpilihnya Bayu Wicaksono pada Senin, 05 Desember 2022 menjadi acuan masa khidmat dibawah kepemimpinannya yang seharusnya berakhir pada tanggal 05 Desember 2023. Per-Februari ini menandakan SK Kepengurusan yang expired sehingga tidak memiliki dasar legal untuk mengadakan kegiatan dibawah nama Pengurus Cabang PMII Jember. Konfercab yang tidak kunjung dilaksanakan ditengan SK yang expired kembali menambah anotasi buruk Ketua Umum. Maka semakin kuat jetum sarat akan kepentingan dan Nerada dibawah sandraan senior.
Maka dari beberapa koreksi liar ini, kita harus kembali merenungkan sejenak (untuk para kompetitor ketum cabang berikutnya), untuk kembali menata niat, kenapa kita harus menjadi ketua umum PMII Cabang Jember? Karna PMIIku bukan parpol yang dapat dijadikan batu loncatan untuk berburu kekuasaan, jabatan dan juga rente ekonomi.