Bondowoso, BULETIN.CO.ID – Beberapa waktu yang lalu, Bondowoso yang dikenal dengan kota tape dihebohkan dengan pemberitaan dibeberapa media mengenai isu jual beli jabatan.
Hermanto Rochman, Dosen Fisip Unej Ahli Kebijakan Publik, menerangkan apa yang dimaksud dengan jual beli jabatan.
“Jual-beli jabatan adalah upaya melakukan komersialisasi terhadap birokrasi” ujarnya.
Menurutnya, jual beli jabatan ada potensi korupsi turunan yaitu budaya korupsi baru yang secara berjenjang mulai dari jabatan yang paling tinggi ke jabatan yang lebih rendah dan dilakukan berulang ulang jika tidak mampu diantisipasi dan dicegah.
” Secara instrumen Kebijakan dan aturan hukum formilnya UU ASN sudah mengatur dan nembuat desain seleksi yang bagus. Dulu melalui kepangkatan, saat ini ada lelang jabatan bahkan melalui proses assessment, jika tidak puas dan nemukan pelanggaran juga bisa masuk sengketa aduan untuk disampaikan ke KASN,”.
” Komisi ASN dapat turun ke lapangan untuk mengecek kebenaran dokumen atau mendapatkan situasi langsung yang ada di lapangan. Bila sudah meyakini bahwa bukti-bukti yang didapat kuat, barulah Komisi ASN mengeluarkan rekomendasi. Namun problemnya rekomendasi yang disampaikan Komisi ASN seringkali tidak ditindaklanjuti.
” Padahal, Pasal 120 ayat (5) UU ASN tegas menyatakan bahwa rekomendasi Komisi ASN bersifat mengikat para pihak. hanya saja, karena kewenangan Komisi ASN tidak berdampak langsung pada aspek kepegawaian maupun keuangan terhadap ASN, maka sulit untuk membuat efek jera. Belum lagi problem jika jual beli itu sudah menjadi budaya suap dalam birokrasi, namanya suap orang yang menyuap dan disuap takut untuk melapor. Kalau mau melaporkan ke KPK pasti ada indikasi yang kuat. Kalau hanya gossip biasa, itu belum bisa sebagai bukti pelaporan. Maka Ini tantangan kita untuk meng-encourage supaya masyarakat mau melaporkan,” urainya.
Selanjutnya, kata dia, Sebetulnya ada cara paling sederhana yang dapat mengurangi potensi jual beli jabatan, terdapat dua instrument, pertama dimulai lewat peran Partai Politik (parpol) dan yang kedua peran masyarakat sebagai pemilih.
” Bila parpol mengendus ada kader partai mereka yang meminta sejumlah uang, maka sejatinya parpol wajib memecat orang yang bersangkutan sebagai anggota parpol. Sedangkan bagi masyarakat, kuncinya ada saat melaksanakan hak politiknya baik pada partai atau pemimpin yang mentolerir atau melakukan dengan jelas jelas praktek jual beli jabatan atau suap maka harus pertimbangkan kembali untuk memilihnya”),”. Pungkasnya. (Nang)