Probolinggo, BULETIN.CO.ID – Puluhan wartawan Probolinggo Raya melakukan demonstrasi di depan Kantor DPRD Kota dan DPRD Kabupaten Probolinggo, Kamis 6 Juni 2024.
Para wartawan yang tergabung dalam Wadah :
1.Majelis Pers Indonesia Raya (MPI)
2.Sekretariat Bersama Wartawan Indonesia (SWI)
3.Forum Wartawan Mingguan Probolinggo (F-Wamimpro)
4.Aliansi Wartawan Probolinggo Raya (AWPR)
5.Trabas (Komunitas Jurnalis Nusantara) KJN
6.Media Independen Online Indonesia (MIO)
Menuntut dibatalkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran yang sedang di bahas Pemerintah pusat bersama DPR RI.
Ketua AWPR Hariyadi mengatakan, pihaknya menolak keras disahkannya RUU Penyiaran menjadi Undang-Undang, karena banyak pasal yang mengekang kebebasan pers. Pihaknya mendesak DPRD Kota dan DPRD Kabupaten Probolinggo menyuarakan penolakan tersebut.
“Kami mendesak DPRD Untuk mendukung gerakan ini dan menyampaikan aspirasi kami ke pemerintah dan DPR RI agar menolak RUU Penyiaran disahkan, karena bertentangan dengan UU Pers Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” tegas Hariyadi.
Hariyadi Songot (Panggilannya) mengatakan, di dalam RUU Penyiaran terdapat sejumlah pasal yang mengancam kebebasan Pers, di antaranya Pasal 50B ayat 2 Huruf C menyatakan melarang penayangan ekslusif jurnalisme investigasi.
Kemudian pada Pasal 50B Ayat 2 Huruf K juga menjadi pasal yang rancu, melarang isi siaran dan konten yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, radikalisme dan terorisme.
Lalu, di dua pasal, yakni pasal 8A Ayat 1 huruf q dan Pasal 51 huruf E disebutkan bahwa sengketa jurnalistik khusus dibidang penyiaran akan ditangani oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI dalam menjalankan fungsinya kemudian dapat menyelesaikan sengketa melalui ranah peradilan umum yang bertentangan dengan UU Pers.
“Pasal-pasal ini rancu, multitafsir dan bertentangan dengan UU Pers dan semangat kemerdekaan pers,” ujar Hariyadi Songot.
Masih kata Songot mengatakan, terdapat beberapa tuntutan yang dilayangkan di antaranya menolak RUU Penyiaran yang di dalam pasalnya mengandung pasal-pasal melemahkan dan mengekang kebebasan Pers.
“Menuntut DPR RI menghentikan pembahasan RUU Penyiaran sebelum merubah pasal-pasal penuh kontroversi tersebut. Kemudian menuntut DPR RI melibatkan organisasi Pers, akademisi dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan Pers dan kebebasan berekspresi,” tandasnya. (*)
Pewarta : Sudarsono.